Senin, 26 Agustus 2013

deg-degan
                Selalu berirama dan membuatku nyaman berada di sini, studio musik sekolahku. Ruangan yang tak begitu besar , namun di dalamnya terdapat 2 buah microphone dan  gitar, sebuah gitar bass dan keyboard, dan seperangkat drum. Di tempat inilah aku mengikuti ekskul band di sekolahku. Aku juga memiliki teman- teman baru dari kelas lain yang juga mengikuti ekskul ini.
            Di studio itu juga pertama kali aku melihatnya, dia yang pandai memainkan nada- nada indah dari microphonenya. Sosok yang cantik, tinggi, dan berkulit putih. Dia adalah arinda, siswa kelas IX yang kebetulan kelasnya bersebelahan dengan kelasku. Dan disinilah kisahku saat mulai mengenalnya.
            Setelah performnya di acara festifal musik di sekolah, aku tak pernah lagi melihatnya di studio band sekolah. Dan nampaknya dia dan teman- teman ekskul lainnya sudah tak pernah lagi datang untuk latihan. Terbesit rasa bosan di benakku karena aku satu-satunya siswa kelas IX yang hadir di studio sekolahku ini. Jadi kuputuskan untuk sementara waktu aku juga absen dan mencoba membujuk teman- temanku untuk kembali datang seperti sebelumnya dan ternyata usahaku terasa sia- sia saja. Aku menyerah dan kebetulan akhir pekanku mulai dipenuhi tugas- tugas yang menumpuk, terutama tugas kelompok yang hanya bisa di kerjakan di hari sabtu dan minggu, itu artinya aku sudah jarang datng ke studio untuk berlatih.
            Walaupun tidak bertemu di ekskul aku masih bisa memandang sosok Arinda walau hanya sekilas ketika aku melewati kelasnya. Kami hanya saling melempar senyum saja ketika bertemu dan kami juga belum pernah saling berbincang, tetapi aku cukup senang karena setidaknya aku dan dia sudah saling mengetahiui satu sama lain.
            Pekan lalu aku 3 hari tidak masuk sekolah karena nenekku meninggal dan aku harus ikut mengantarnya dalam damai di kota asalku, Magetan. Itu artinya aku harus menyusul ulangan Pendidikan Kewarganegaraan yang batal kuikuti hari Jum’at pekan berikutnya. Aku senang karena setidaknya aku punya sedikit waktu untuk lebih memperdalam materi yang menjadi bahan ulangan.
            Hari ulangan susulanku telah tiba, aku sedikit takut karena aku mengira bahwa hanya aku murid satu- satunya yang mengikuti susulan ini, ternyata ada juga teman sekelasku, Yanuar , yang juga belum ulangan. So, aku tidak perlu merasa kesepian lagi. Pak Margono guru PKn kami mengatakan bahwa susulan diadakan di ruang perpustakaan. Aku dan Yanuar segera menuju ke perpustakaan, sesampai di sana ternyata ada teman- teman dari kelas lain yang juga mengikuti susulan.
            Sambil menunggu Pak Margono datang, aku membaca lagi materi- meteri yang menjadi bahan ulanganku kali ini. Tiba- tiba, Yanuar memanggil nama yang tak asing di telingaku.
            “ Hei Nda !!!”, panggil Yanuar seraya melambai.
            “ Hei Rin , kamu juga ikut susulan ?”, tanya Arinda seraya menarik kursi dan duduk di sebelah Yanuar.
            “ Yoi bray,” jawab Yanuar santai.
            Aku hanya bisa bengong dan deg- degan karena kini aku hanya duduk berjarak kurang dari 2 meter dengan Arinda. Tak lama setelah itu Pak Margono datang dan segera duduk di antara kami semua yang mengikuti ulangan susulan.
            “Baik anak- anak, saya akan mulai mendiktekan soal- soalnya,” kata Pak Margono.
            Setelah soal- soal selesai dibacakan Pak Margono mulai mengacak duduk kami di sekitar tempat duduk yang ada di ruang perpustakaan. Dan aku kaget karena aku duduk di sisi Arinda dan hanya berjarak satu kursi dengannya.
            “ Hai Yan,”sapanya dengan seulas senyum manis dari bibirnya.
            “ Hai juga Nda,” balasku juga dengan senyuman yang mungkin terlihat aneh karena aku sedikit malu.
            Aku mengerjakan soal- soal yang telah diberikan dengan hati- hati dan seteliti mungkin kerena aku tak bisa berbohong bahwa sebenarnya aku deg- degan karena aku duduk disebelah Arinda.
            “Yan, aku pinjam soal kamu yang nomor 5 donk, aku tadi ketinggalan waktu didikte,”kata Arinda menghentikan konsentrasiku.
            “Ok,bentar ya aku kelarin dulu nulis jawaban nomor 4 ini …”,jawabku sambil tersenyum kemudian menyelesaikan jawaban yang kutulis.
            “Ou, he’eh,” ucapnya dengan lembut.
            Setelah selesai menuliskan jawabku, Arinda meminjam kertas soalku. Aku memandanginya ketika ia menulis dengan wajah yang serius, terlihat imut dan sangat manis. Sayang, mungkin aku hanya bisa mengaguminya untuk saat ini.
            “Yan, ni udah selesai, makasih ya…,” kata Arinda memecahkan lamunanku.
            “Oh, iya iya, sama- sama Nda,” sahutku sambil tersenyum malu berharap dia tidak menyadari bahwa aku sedang memandanginya. Dia membalas perkataanku dengan senyum menawannya.
            Beberapa menit kemudian aku telah menyelesaikan ulangan susulan Pendidikan Kewarganegaraan-ku. Seusai mengumpulkan kertas ulanganku aku kembali ke kelas untuk mengikuti pelajaran selanjutnya. Ketika aku menuruni tangga Arinda berada di belakangku.
            “ Bareng ke kelas ya Yan. Karina tadi balik duluan ya ?”, ucap Arinda.
            “Ok, searah kan kita. Iya tadi Yanuar  udah duluan,” jawabku dan tentunya dengan senyuman.
            “Lumayan sulit ya tadi ?”, tanya Arinda sambil memandang ke arahku. Aku hanya mengangguk menjawabnya.
            Setelah sampai di depan kelasku aku hanya mengatakan kata pamit yang singkat kusertai dengan lambaian tangan. Dia balas melambai disertai senyum khasnya yang mungkin bisa menghipnotis gadis yang melihatnya.
            Sejak kejadian di perpustakaan, perasaan yang kumiliki untuk si vokalis tersebut semakin kuat dan aku selalu berharap dia lewat di depan kelasku dengan seulas senyum padaku.
            Seminggu kemudian sepulang sekolah aku mencari temanku Andre yang kebetulan satu kelas dengan Arinda untuk membicarakan jadwal latihan futsal yang telah disepakati sebelumnya. Setelah selesai berbincang mengenai jadwal tersebut aku berniat kembali ke kelas, tetapi Arinda menghentikanku dan meminta nomor hand phone-ku. Aku tak bisa menggambarkan perasaanku saat itu karena AKU SANGAT SENANG SEKALI.
           
Malam itu sepulang dari membeli obat dengan ayahku, ada pesan masuk di hand phone-ku dan ternyata itu pesan dari Arinda.
           
            Arinda
            09-Mei-11  18:29
Heh..

            Yanuar
            09-Mei-11  18:29
            Ap Heh ???

            Arinda
            09-Mei-11  18:31
            Qm lg ap?

            Yanuar
            09-Mei-11  18:33
            Ge dgrin msik aj. . .
            Km ndiri ???

            SMS dengannya berlanjut hingga alu tertidur. Tetapi aku tak lupa belajar hari itu karena aku belajar sepulang sekolah.
            Keesokan harinya setelah aku selesai belajar dia selalu mengirim pesan terlebih dahulu padaku. Aku sangat senang karena aku merasa bahwa aku semakin dekat dengan Si Vokalis itu,Melody Arinda Soebonoe.
            Jum’at lalu aku berada di sekolah lebih lama karena aku mengikuti latihan futsal, aku berlatih tanpa Andre karena dia mengatakan ada kerja kelompok siang itu. Sebelum latihan, aku menuju ke kelas Andre untuk meminjam sarung tangan miliknya karena punyaku tertinggal. Ketika di depan kelasnya aku bertemu pandang dengan Arinda, dan kami kembali saling melempar senyum.
            “Yan, nanti sepertinya ada ekskul band, kamu dateng?”, tanya Arinda yang telah berdiri di depanku.
            “ Kalau kamu dateng mungkin aku juga dateng Nda,” jawabku santai agar tak terlihat gugup di depannya.
            “Ehm…”, Andre berdehem seraya tersenyum usil padaku dan Arinda.
            “ Ah, kamu Ndre,” kata Arinda dengan wajah malunya.
            “ Ganggu ya Nda, hahaha,” goda Andre.
            “Apaan sih Ndre, kamu ni bisa aja,” sahutku dengan sedikit tertawa.
            “Ya udah, ni nih Srung tanganya Yan, kamu bawa dulu aja,”kata Andre sambil memberikan sarung tangan yang kupinjam.
            “Ok, makasih ya Ndre, aku balik ke lapangan dulu. Oh iya Nda, nti kabarin aku lagi ya masalah ekskul tadi,” kataku sambil meninggalkan mereka berdua yang kemudian tertawa.
            Di lapangan ketika aku sepakbola bersama tim futsalku aku berharap dalam hati agar ada ekskul band sore ini karena aku ingin bersama Arinda lebih lama untuk hari ini.
            Seusai berlatih di lapangan aku kembali ke kelas menunggu kabar dari Arinda, lagi pula siang itu hujan turun sangat lebat dan disertai angin yang amat kencang. Di kelas masih ada beberapa temanku yang sedang mengerjakan tugas. Ternyata mereka juga tak hanya mengerjakan tugas tetapi juga menunggu hujan reda.
            Ketika hujan sedikit reda aku dan dua temanku menuju ke kantin untuk membeli makanan karena aku merasa lapar. Dan untungnya masih ada 1 kios yang buka di kantin. Aku segera memesan mie instan. Tak lama kemudian mie telah tersaji di depanku dan aku segera melahapnya karena sepertinya perutku tak mau diajak berkompromi lagi. Ketika aku makan ada pesan masuk, ternyata pesan itu dari Arinda yang mengatakan bahwa sore itu tak jadi ada ekskul band. Aku sedikit kecewa karena aku tak bisa bersama dengan Arinda untuk menghadiri ekskul favoritku tersebut. Aku segera menghabiskan mie instanku dan kembali ke kelas bersama kedua temanku tadi. Tak lama setelah itu mereka berpamitan pulang padaku dan artinya aku ditinggal sendiri di sekolah.
            Aku berjalan melewati koridor kelas sendiri saja. Setelah hampir lewat di depan kelas Arinda, dia baru saja keluar kelas bersama seorang temannya. Dia menoleh kearahku dan kami bertemu pandang. Dag dig dug terasa detak jantuungku. Aku berusaha tenang dan melewati Arinda serta temannya. Langkahku terhanti ketika Arinda memanggil namaku dengan lembut dan mengajakku berjalan bersama mereka. Di depan UKS teman Arinda mengatakan bahwa dia ingin bermain voli terlebih dahulu dan menyuruh Arinda pulang duluan. Perasaanku mulai tak karuan karena kini aku hanya berjalan dengan Arinda, BERDUA dan BERDAMPINGAN.
            “Pulang sendiri Yan?”, tanya Arinda memecah keheningan antara kita berdua.
            “iya Nda. Kamu juga?”,aku balik bertanya.
            “He’eh Yan. Rumah kamu dimana ?”, sahut Arinda sambil memandangku. Dan kini detak jantungku terasa semakin keras.
            “Emmm, Di Bandulan Nda,”jawabku gugup.
            “Aku antar yuk, sekalian nanti aku juga mau nonton bareng temenku di Mandala,” tawarnya.
            “Tapi kan nggak searah Nda,”jawabku singkat, dan kini rasanya aku ingin pingsan karena rasa senang, kaget, dan nervous berkecamuk di benakku.
            “Nggak apa Yan, itung- itung aku sambil jalan- jalan lah,” katanya tersenyum.
            “Boleh deh,” sahutku malu-malu kucing. Kuterima kesempatan ini karena mungkin ini kesempatan langka dan aku tak akan menyia-nyiakan.
            Ketika kami berjalan di tempat parkir, aku heran karena Arinda tak kunjung berhenti dan mengambil motornya. Ternyata motornya ada di parkiran atas dan di pojok. Di sana hanya ada aku dan dia. Sempat kami saling pandang dan tersenyum. Kemudian dia menyuruhku untuk naik ke motornya. Ya Tuhan, betapa senang hatiku ini ketika aku bersama Sang Vokalis yang saat ini berada di depanku dan mengantarku pulang.
            Diperjalanan Arinda sesekali bertanya sesuatu kepadaku. Saat dia bertanya dia selalu mengarahkan pandangannya ke kaca spion motornya dan itu membuatku malu.
Arinda mengantarku sampai di depan rumah dan kebetulan ibuku berada di sana. Arinda tersenyum ramah pada ibuku. Ketika kuajak masuk ke dalam rumah dia menolak karena ia akan pergi menonton film bersama teman- temannya. Kemudian ia berpamitan pulang padaku serta ibuku.
            Hari itu DIA SANGAT MEMBUATKU SENANG DAN TERKESAN.



0 komentar:

Posting Komentar

Yanuar Hananto Prasetyo. Diberdayakan oleh Blogger.

Santai cma bercanda ;)

Santai cma bercanda ;)
Santai kawan